Jual Beli Saham dan Obligasi
Paket Umroh Bulan Ramadhan 2015 , Bukan perkara yg diragukan lagi yakni jual beli saham dan obligasi banyak sekali terjadi dalam praktek muamalah manusia hari ini, malah merupakan amalan yg banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan bisnis. Hal ini karena itu maka kita akan bawakan dalam bahasan kita mulai dari definisi keduanya, perbedaan saham dan obligasi serta hukum jual beli keduanya.
Saham ialah bagian dari modal pokok perusahaan, baik perusahaan perdagangan, property, maupun perusahaan-perusahaan industri, Saham tersebut bisa berasal dari pemilik perusahaan maupun pihak lain yg mengadakan perjanjian kerjasama. Seluruh saham ialah komponen modal yg punya nilai sama (sesuai dengan nilainya, pent).
Obligasi
Paket Umroh Ramadhan 2015 ,Obligasi adalah Surat perjanjian (pengakuan hutang) dari bank, perusahaan dan sejenisnya pada pemegangnya dengan masa pelunasan terpilih pula, pada umumnya sesuai dengan bunga yg ditetapkan dalam akad peminjaman antara perusahaan ,lembaga pemerintahan, atau perorangan. Kadang-kadang sebuah perusahaan memerlukan segenap harta (pinjaman) tuk perluasan usahanya, yg bisa dilunasi dalam masa yg panjang, sedangkan tdk ada yg dapat memberikan pinjamaan, maka hasilnya perusahaan itu menawarkan obligasi segenap yg diinginkan pada publik tuk membelinya, dengan menyediakan bunga terpilih dalam satu tahun. Pemilik obligasi memutuskan bunga tersebut hingga masa tertentu (jatuh tempo), kemudian dikembalikan hartanya kepadanya, dan selalu belaku kebiasaan muamalah dengan obligasi ini, dan dijadikan sebagai ajang jual beli antar individu, layaknya barang-barang dagangan, jadi pembawa obligasi menjualnya pada lainnya, kemudian dijualnya lagi pada yang lain, begitu seterusnya.
Perbedaan Saham dan Obligasi
Paket Umroh Bulan Ramadhan 2015 ,Saham menggambarkan segenap dari modal pokok sebuah perusahaan. Pemilik saham dipandang sebagai pemilik sebagian asset dari perusahaan sesuai dengan kadar saham yg dia miliki. Adapun obligasi dipandang sebagai hutang perusahaan, lalu perusahaan berhutang pada pemilik obligasi tersebut.
Obligasi memiliki masa jatuh tempo tuk pelunsan hutang, adapun saham tdk memiliki kecuali ketika perusahaan itu dinyatakan dilikuidasi.
Pendapatan maupun kerugian pemilik saham tergantung melalui prestasi perusahaan tersebut, tdk ada batasan spesifik bagi keuntungan perusahaan, terkadang untung dengan keuntungan yg besar, dan terkadang rugi dengan kerugian yg besar. Pemilik saham sama-sama memutuskan bagian dalam untung atau ruginya perusahaan. Kadang-kadang mereka mendapatkan keuntungan yg besar ketika perusahaan mendapatkan laba yg besar. Kemudian terkadang pula mereka rugi ketika perusahaan itu jatuh. Maing-masing mereka menanggung bagian untung atau rugi.
pemilik obligasi dia memiliki bunga tetap yang dijamin ketika peminjaman
Paket Umroh Ramadhan 2015 ,Adapun pemilik obligasi dia memiliki bunga tetap yg dipastikan ketika peminjaman, yg dapat dilihat dari surat obligasinya, bunga tersebut tdk bertambah dan tidak berkurang. serta tudak menggambarkan adanya kerugian. Apabila mereka misalnya meminjamkan (membeli obligasi) seharga 3 Junaih (ukuran mata uang mesir) bagi tiap 100 junaih. Lalu perusahaan itu untung 10 junaih bagi setiap 100 junaih, jadi mereka tdk akan memperoleh kurang lebih bunga yg sudah ditetapkan baginya. Sedangkan untuk pemilik saham mereka akan mendapatkan 10 junaih dari setiap 100 junaih. Kemudian begitupun kebalikannya jika perusahaan itu jatuh dan rugi maka para pemilik obligasi akan tetap mendapatkan bunga yg sudah ditetapkan baginya, disaat para pemikik saham tdk mendapatkan seminimpun kuntungan justru mereka menanggung beban kerugian.
Waktu perusahaan dilikuidasi, maka kedudukan tertinggi ada dalam pemegang obligasi dikarenakan dia merepresentasikan hutang perusahaan. Pemegang saham tdk memiliki hak atas harta perusahaan kecuali sesudah ditunaikan semua hutang perusahaan. Bagi pemegang obligasi berhak tuk menuntut pengumuman kesialan perusahaan sewaktu perusahaan itu tdk bisa menunaikan kewajibannya (pailit).
Hukum Jual Beli Saham ada dua macam:
Saham di perusahaan yg haram atau dari pemasukannya haram seperti dari bank-bank yg bermuamalah dengan riba atau perusahaan-perusahaan judi atau tempat-tempat keji, maka jual beli saham ini yaitu haram, dikarenakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala jika mengharamkan sesuatu, mengharamkan pula nilainya, disamping itu dengan memborong sahamnya bertanda dia telah melakukan kerjasama dalam perbuatan dosa, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yg maksudnya: “Dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS: Al Maidah: 2)
Saham pada perusahaan yg mubah misalnya perusahaan-perusahaan dagang yg mubah atau perusahaan industri yg mubah, maka yg misalnya ini dibolehkan menanam saham padanya, berpartisipasi dengannya serta jual beli sahamnya, jika sungguh perusahaan itu telah diketahui dan diketahui serta tidak ada penipuan dan ketidaktentuan yg berlebihan padanya, dikarenakan saham itu adalah segenap dari modal yg akan balik pada pemodalnya dengan keuntungan dari hasil perniagaan atau perindustrian, maka saham seperti ini yaitu halal tanpa ada kewaswasan padanya.
Hukum Jual Beli Obligasi
Telah jelas dari keterangan yg lalu bahwasanya obligasi hakekatnya yaitu peminjaman dengan membuahkan penghasilan atau bunga, dikarenakan obligasi adalah hutang perusahaan pada pemilik obligasi yg berhak seperti perjanjian tuk mendapatkan hasil terpilih dari pinjaman itu secara tahunan baik perusahaan itu untung atau rugi, maka dengan demikian ia masuk dalam lingkup transaksi riba, oleh sebab itu terbitnya obligasi sejak awalnya yaitu perbuatan yg tdk sesuai dengan syari’at, maka jual belinya tidak bisa secara syari’at dan bagi pemilik obligasi ini tdk bisa menjualnya.
Tapi teknik jika kalau obligasi itu berbentuk hutang yg sesuai dengan syari’at (tidak berbunga-pent) apakah bisa menjualnya?
Ini masuk dalam pembahasan memasarkan hutang dan itu dibolehkan bilamana menjualya pada orang yg berhutang dengan syarat harus menerima gantinya di majlis (jual-beli) itu, dengan dasar hadits Ibnu Umar: Dulu saya memasarkan Unta di Baqi’ dengan uang dinar (uang dari emas), kemudian kami memutuskan gantinya berupa dirham (uang dari perak), kemudian aku bertanya kepada Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam maka beliau menjawab, yg artinya: “Tidak mengapa jika kalian berpisah dalam keadaan tidak ada sesuatu diantara keduanya” (HR: Abu Dawud, Nailul Authar 5/157)
Adapun jika dijual pada selain yg berhutang, maka pendapat yg kuat juga dibolehkan jika dijual dengan selain uang seperti beras, gandum atau mobil. Adapun apabila dijual dengan uang maka tidak sah dikarenakan hakekatnya adalah menjual uang secara kontan dengan uang yg kredit padahal syarat sahnya penjualan seperti itu adalah harus saling menerima (taqabuth) uang pada satu majlis jika jenis uangnya atau mata uangnya berbeda dan jika satu mata uang maka ditambah syarat lainnya yaitu wajib sama nilainya, maka obligasi itu tidak boleh dijual dengan harga yg lebih rendah, jika dengan harga yg berbeda maka terjatuh dalam riba fadl dan nasi’ah.
(Sumber Rujukan: Ar Riba Wal Mu’amalat Al Mashrafiyah, Karya Syaikh Dr. Umar bin Abdul Aziz Al Mutrak, hal 369-375)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar