Pertarungan Seorang Lelaki Dengan Iblis
Paket Umroh Bulan Ramadhan 2015 ,Sepasang Suami isteri awalnya hidup tenteram lalu mereka
taat kepada perintah Tuhan, walaupun melarat. Semua yang dilarang
Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala dihindari, kemudian ibadah mereka tekun
sekali. Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa kemudian tawakkal.
Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang
tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya supaya mencari jalan
keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika segala-galanya
serba cukup.
berangkat ke ibu kota dengan mencari pekerjaan
Paket Umroh Ramadhan 2015 ,pada suatuari laki yang lim itu berangkat ke ibu
kota dengan mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan dia mencermati
sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Diapun mendekat.
Rupanya orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan
sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang
meminta-minta supaya suami mereka setia atau dagangnnya laris.
Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala
Paket Umroh Bulan Ramadhan 2015
“Ini
syirik,” fikir lelaki yang alim tadi. “Ini harus dibanteras habis.
Masyarakat tidak dapat dibiarkan menyembah serta meminta selain Alloh
Subhaanahu Wa Ta’ala.” Lalu pulanglah dia dengan terburu-buru. Isterinya
heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran pula waktu
dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas
lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya bertanya akan tetapi ia
tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya dan dipacu secepat-cepatnya ke
pohon itu. Sebelum sampai di tempat pohon itu tumbuh, tiba-tiba
melompat sesusuk tubuh tinggi dan hitam. Dia adalah iblis yang
menyerupai sebagai manusia.
“Hai, hendak kemana kamu?”
Paket Umroh Ramadhan 2015
“Hai, hendak kemana kamu?” tanya si iblis.
Orang
alim tersebut menjawab, “Saya ingin menuju ke pohon yang
disembah-sembah orang bagaikan menyembah Alloh. Saya sudah berjanji
kepada Alloh akan menebang roboh pohon syirik itu.”
“Kamu tidak ada
apa-apa hubungan dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan
syirik seperti mereka. Sudah pulang saja.”
“Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas,” jawab si alim bersikap tegas.
“Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah.
terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis
“Akan saya teruskan!”
Kerana
masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian
antara orang alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedan badannya,
seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh dibinasakan. Namun ternyata
iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri
menahan kesakitan diaberkata, “Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak
akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji,
setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan sembahyang Subuh, di bawah
tikar sembahyang Tuan saya sediakan wang emas empat dinar. Pulang saja
berburu, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,”
Renungan
Mendengar
janji iblis dengan wang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad
si alim tadi. Ia teringatkan isterinya yang hidup berkecukupan. Ia
teringat dengan keluh kesah isterinya yang sangat membutuhkan uang.
Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah dapat menjadi
orang kaya. Mengingatkan desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah
dia. Patah niatnya semula hendak membanteras kemungkaran.
Demikianlah,
semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi. Hari pertama,
ketika si alim selesai sembahyang, dibukanya tikar sembahyangnya. Betul
di situ tergolek empat benda berkilat, empat dinar wang emas. Dia
meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat
dinar emas. Waktu pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia
membuka tikar sembahyang, masih didapatinya uang itu. Tapi pada hari
keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa
lagi keculai tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah kerana uang
yang kemarin sudah dihabiskan sama sekali.
Si alim dengan lesu menjawab, “Jangan khuatir, besok barangkali kita bakal mendapat delapan dinar sekaligus.”
Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka tikar sejadahnya kosong.
“Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu.”
“Ya,
bener-bener dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu segalanya
hingga ke ranting dan daun-daunnya,” sahut si alim itu.
Maka segera
ia mengeluarkan keledainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu
keledainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis
yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot
tajam, “Ingin kemana kamu!!!” hardiknya menggegar.
“Akan kutebang pohon itu,” jawab si alim dengan gagah berani.
“Berhenti, jangan lanjutkan.”
“Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang.”
Maka
terjadilah kembali p+erkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis
yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi
bertanya penuh heran, “Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan
saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?”
Iblis itu
dengan angkuh menjawab, “Tentu saja saja engkau dahulu boleh menang,
kerana waktu itu engkau keluar rumah untuk Alloh, demi Alloh. Andaikata
kukumpulkan seluruh belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan dapat
mengalahkanmu. Kali ini kamu keluar dari rumah hanya kerana tidak ada
uang di bawah tikar sajadahmu. Maka biarpun kau keluarkan segala
kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampun menjatuhkan aku. Pulang saja.
Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu.”
Mendengar
keterangan iblis ini si alim tadi tertegun. Ia merasa bersalah, dan
niatnya bener-bener sudah tidak ikhlas kerana Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala
lagi. Dengan lemas ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk
menebang pohon itu. Ia tahu bahwa perjuangannya yang kali ini adalah
tanpa keikhlasan karena Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala, dan ia sadar
perjuangan yang seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari
kesiaan yang berlanjutan. Sebab tujuannya adalah kerana harta benda,
mengatasi keutamaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’ala dan agama. Bukankah
bererti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu
semata-mata?
“Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu
kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya
(kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan
lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari
dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman.” (HR: Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar